ACEHSIANA.COM, Jakarta Serangan udara dan rudal yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap kelompok pemberontak Houthi di Yaman mendapat kecaman dari berbagai pihak. Serangan tersebut dianggap melanggar hukum internasional dan memperburuk krisis kemanusiaan di Yaman.
AS dan Inggris mengklaim bahwa serangan mereka adalah sebagai balasan atas serangan Houthi yang mengancam kapal-kapal sipil yang melintasi Laut Merah. Houthi, yang didukung oleh Iran, telah menguasai sebagian besar wilayah barat Yaman dan berperang melawan pemerintah yang didukung oleh koalisi pimpinan Arab Saudi.
Namun, serangan AS-Inggris dianggap tidak proporsional dan tidak memperhatikan dampaknya terhadap warga sipil. Menurut laporan BBC, serangan tersebut menghantam puluhan lokasi, termasuk ibu kota Sanaa, pelabuhan Hodeidah, dan markas Houthi di Saada. Juru bicara Houthi menyebut lima anggotanya tewas dan enam lainnya luka-luka akibat serangan tersebut.
Selain itu, serangan AS-Inggris juga dikritik karena tidak mendapat mandat dari Dewan Keamanan PBB. Menurut pakar hukum internasional, serangan tersebut hanya dapat dibenarkan jika ada ancaman nyata terhadap perdamaian dan keamanan internasional, atau jika ada permintaan bantuan dari pemerintah Yaman yang sah.
Serangan AS-Inggris juga dipandang sebagai campur tangan dalam urusan dalam negeri Yaman dan pelanggaran terhadap kedaulatan negara tersebut. Serangan tersebut juga berpotensi memicu eskalasi konflik antara Iran dan Arab Saudi, serta antara Houthi dan Israel, yang juga terlibat dalam perang melawan Palestina.
Serangan AS-Inggris ke Houthi Yaman menunjukkan bahwa konflik di Yaman masih jauh dari penyelesaian. Konflik tersebut telah berlangsung sejak 2014 dan telah menewaskan lebih dari 100.000 orang, serta menyebabkan jutaan orang mengalami kelaparan dan penyakit. Upaya perdamaian yang diprakarsai oleh PBB dan negara-negara lain belum membuahkan hasil yang signifikan. (*)
Editor: Darmawan