Oleh: Siti Hajar, S.Pd.I., M.A
Pelaksanaan pembelajaran dari rumah sebagai akibat dari pandemi Covid-19 telah memunculkan berbagai realita dari pelaksanaan pendidikan kita. Adanya pandemi menyadarkan kita bahwa pelaksanaan pendidikan saat ini harus mengacu pada kemandirian siswa dalam belajar. Begitu juga dalam aspek lain seperti dukungan untuk pendidikan nyatanya harus diseimbangkan antara tiga aspek dalam belajar, yaitu sekolah, guru, dan orang tua.
Walaupun demikian, peran guru dan orang tua justru menjadi yang paling dominan dalam mengantarkan kesuksesan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun kondisi ini agaknya sedikit berbeda untuk saat ini. Pandemi yang menyebabkan siswa harus belajar di rumah, membutuhkan dukungan orang tua dalam pelaksanaan pembelajaran anak yang lebih maksimal. Prof.Dr. Khoiruddin Bashori dalam sebuah webinar pendidikan memaparkan bahwa, kesuksesan anak dalam belajar memiliki kaitan yang erat antara gaya mendidik orang tua dengan tingkat keberhasilan belajar anak di rumah. Beliau menjelaskan setidaknya terdapat 4 style atau gaya orang tua dalam mendidik anak, yakni indulgent; negligent; authoritative; dan authoritarian, yang mempunyai pengaruh besar tidak hanya terhadap proses, namun juga pencapaian anak dalam belajar.
Pertama, tipe orang tua yang memiliki indulgent parenting style. Orang tua model ini terlihat sangat sabar dalam menghadapi setiap tingkah laku anak-anaknya, tidak banyak aturan di dalam rumah, walaupun dalam beberapa hal masih termasuk kategori orang tua yang cukup komunikatif dengan anak. Dalam keluarga dengan pola asuh seperti ini, anak akan dikeluhkan atau dianggap susah diatur, keras kepala, tidak mendengarkan apa kata orang tua dan lain sebagainya. Akan tetapi, hal ini malah timbul disebabkan oleh ketiadaan ground rules (read-aturan) yang jelas terkait apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anak. Misalnya cara menghentikan anak yang terus bermain game pada waktu yang semestinya ia belajar. Ketiadaan aturan atau tidak konsistennya orang tua dalam penerapan aturan itu sendiri, malah menjadi penyebab anak tidak patuh, tidak merasa bersalah, bahkan di kasus yang agak akut, tidak paham mengapa bermain game itu salah dan dilarang. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan cara terus memberikan pemahaman kepada anak akan pentingnya mengatur waktu belajar dan waktu bermain dengan aturan/kebijakan dalam rumah yang seyogyanya dijalankan secara konsisten oleh semua anggota keluarga.
Kedua, tipe orang tua yang negligent (secara termologi artinya acuh, cuek, abai), merupakan jenis orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya, tidak ada waktu untuk memperhatikan anak, apalagi meluangkan waktu untuk mendampingi anak belajar. Dalam kebanyakan kasus, dengan tipe orang tua negligent ini, anak tidak akan terbuka, segan untuk bercerita tentang segala kebutuhan dan permasalahannya, bahkan cenderung memilih diam saja. Kebiasaan juga terlihat suka menghabiskan waktu di kamar sepanjang waktu dengan segala macam aktivitasnya (bedroom culture). Ketidakpedulian dan kurangnya kontrol orang tua menyebabkan si anak berani untuk tidak memenuhi tanggungjawabnya sebagai pelajar yang baik. Dalam beberapa kasus di sekolah, terlihat ada korelasi antara selesainya tugas belajar seorang anak dengan tingkat kepedulian orang tua terhadap tanggungjawab belajar anak itu sendiri. Anak-anak yang motivasi belajar masih rendah, jika tidak dibantu dengan pendampingan dan pengawasan oleh orang tua, maka tanggungjawab belajar dari rumah pun tampak keteteran, dilalaikan, dan akhirnya berimbas pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Ketiga, orang tua yang mencurahkan perhatian, memiliki kehangatan, kesabaran, dan mau mendengarkan setiap keluh kesah anak. Ini merupakan tipe orang tua yang memiliki pola asuh authoritative. Secara bahasa, authoritative artinya berkuasa, berwibawa. Perry, C. Parents (2019) menyebutkan dalam artikelnya, Authoritative Parenting: the Pros and Cons, According to the Child Psychologist, bahwa orang tua tipe ini memiliki sifat yang sangat demokratis; memberikan kebebasan menentukan pilihan, juga kebebasan dalam berpendapat, namun dengan tetap adanya batasan dan pertimbangan yang diikat dalam aturan-aturan yang telah didiskusikan sebelumnya. Anak diajak berdiskusi terkait hak dan kewajibannya serta konsekwensi-konsekwensi yang akan dihadapi saat memutuskan sebuah pilihan.
Dalam situasi Belajar Dari Rumah (BDR) seperti sekarang ini, data survei dari Balitbang (2020) menunjukkan bahwa sebagian besar anak menggunakan waktunya untuk belajar hanya 1-2 jam saja. Sisanya mereka gunakan untuk bermain, membantu orang tua, atau melakukan aktivitas terkait hobinya. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan waktu yang sedikit tersebut, maka dibutuhkan peran maksimal orang tua. Orang tua dengan authoritative parenting style akan memberikan pengarahan, motivasi, bimbingan dikala mereka ada di rumah bersama anaknya. Menghargai sekecil apapun progress dari setiap proses belajar yang telah dijalani anak dengan memberikan dukungan dan reward. Hal kecil yang berdampak besar dan sangat perlu dilakukan oleh orang tua. Jika suasana di rumah sudah terbangun seperti ini, maka anak akan mudah terbuka dengan orangtuanya. Semakin terbuka si anak, maka kemungkinan stres anak dalam menghadapi proses belajar akan teratasi. Harapannya, ini akan berdampak baik pada proses belajar dan pencapaian akademik anak itu sendiri.
Terakhir, tipe authoritarian dimana selalu ada kontrol, pengawasan yang ketat, dan aturan yang jelas oleh orang tua terhadap anak. Orang tua yang punya wewenang untuk menentukan apa yang baik dan apa yang buruk; apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Anak diharapkan dapat menjalankan segala sesuatunya dengan baik dan tidak boleh membantah ataupun tidak mematuhi segala aturan yang sudah dibuat. Kebanyakan aturan tersebut cenderung akan berakhir dengan adanya reward dan punishment.
Setiap orang tua memang memiliki cara tersendiri yang diyakininya benar dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya, terutama yang berkaitan dengan hal belajar dan pembelajaran. Namun, menurut para ahli psikolog, diantara 4 parenting style yang telah dikemukan di atas, peran orang tua dengan pola asuh authoritative ini yang sudah terbukti dapat mendukung perkembangan anak baik secara emosional, fisik, maupun sosial. Selain itu, authoritative parenting ini juga dapat menunjang kecerdasan anak (Rego, T, 2015) terlebih dengan situasi pembelajaran yang darurat seperti di masa pandemi Covid-19 sekarang ini. Mari lebih peduli dan menerapkan pola asuh yang baik bagi anak kita. Selamat mencoba!
Penulis adalah Alumni Master of Art in Teacher Education, Tempere University, Finland dan saat ini menjabat sebagai Kepala Sekolah SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe.