ACEHSIANA.COM, Jakarta – Perhimpunana Pendidikan dan Guru (P2G) sangat menyesalkan usulan formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) guru oleh pemerintah daerah tidak sampai 1 juta formasi. Hal itu disampaikan coordinator nasional P2G, Satriwan Salim pada Rabu (24/2) di Jakarta.
Menurut Satriwan, tidak maksimalnya usulan formasi calon guru PPPK dari daerah-daerah, mengingat alokasi rekrutmen guru yang disediakan adalah 1 juta guru pada 2021 sangat disesalkan. Hingga Februari 2021, tambah Satriwan, kuota guru PPPK yang diusulkan pemerintah daerah tidak memenuhi sampai 1 juta atau belum memenuhi formasi maksimal.
“Info terbaru yang kita dapatkan, hanya sekitar 600 ribu usulan formasi. Padahal, kita butuhnya 1 juta. Belum lagi yang diusulkan belum ada jaminan akan lolos tes semua nantinya. Darurat kekurangan guru ASN makin di depan mata jika faktanya terus begini,” ujar Satriwan.
Dikatakan Satriwan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak optimal dalam berkoordinasi dan meyakinkan pemerintah daerah. Terutama, sebut Satriwan, kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk mengusulkan calon guru PPPK ke Pusat.
Lebih lanjut Satriwan menegaskan bahwa P2G menduga penyebab yang dominan daerah setengah hati mengusulkan calon guru PPPK adalah karena informasi yang tak utuh mengenai skema gaji atau tunjangan guru PPPK nantinya.
“Gaji berasal dari APBN, transfer pusat ke daerah atau diambil dari APBD? Itu pertanyaan yang mengganjal pemda agaknya, termasuk buruknya manajemen guru PPPK dari Pusat yang sudah lolos seleksi tahap pertama pada 2019, yang berjumlah 34.954 guru P3K. Sementara masih bermasalah hingga 2021 sekarang,” tutur Satriwan.
Satriwan menuturkan bahwa para guru honorer termasuk yang sangat kecewa dengan kenyataan tersebut. Sebab, pungkas Satriwan, minimnya usulan formasi guru PPPK dari Pemda ke Pusat justru akan semakin memperkecil peluang mereka untuk ikut seleksi PPPK.
“Para guru honorer senior ada yang berusia di atas 35 tahun. Para guru ini semakin tidak mempunyai harapan sekarang. Tidak adanya afirmasi kepada mereka dari Kemdikbud dan BKN dalam seleksi ini dinilai sangat merugikan,” pungkas Satriwan.
Satriwan menuding bahwa Mendikbud Nadiem Makarim belum menunjukkan itikad baik dalam mengafirmasi para guru honorer K-2 ini.
“Tes seperti ini berpotensi diskriminatif. Sebab, para guru honorer yang banyak berusia 40 tahun bahkan 50 tahun lebih, harus diadu dengan guru-guru muda,” tutup Satriwan. (*)
Editor: Darmawan