ACEHSIANA.COM, Jakarta – Aksi anggota DPD RI asal Bali Arya Wedakarna yang mengomeli guru SMK Negeri 5 Denpasar, Bali, mendapat kecaman dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). P2G menilai tindakan Arya Wedakarna tidak hanya tidak mendidik, tetapi juga melanggar hak dan perlindungan guru sebagai profesi.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri dalam siaran pers, Kamis (18/1/2024). Menurutnya, Arya Wedakarna telah melakukan bullying atau perundungan secara verbal dan sosial terhadap guru yang bersangkutan.
“Anggota DPD tersebut menyebut gurunya melakukan pembulian, tapi maaf, cara anggota DPD tersebut marah-marah mempermalukan guru juga jenis pembulian verbal dan sosial juga. Ini menghancurkan semuanya,” ujar Iman.
Iman mengatakan, akibat tindakan Arya Wedakarna, kepercayaan murid terhadap gurunya bisa hilang. Guru tersebut juga bisa kehilangan kapasitas moral di sekolah karena sudah dipermalukan. Padahal, guru tersebut masih harus bertemu dengan muridnya hingga mereka lulus.
“Kami kira, tindakan anggota DPD marah-marah kepada guru di hadapan murid dan direkam seperti ini adalah cara yang tidak mendidik. Anggota DPD yang terhormat tersebut, mempertanyakan cara guru mendidik dengan cara yang tidak mendidik,” kata Iman.
Iman menyatakan, P2G mengapresiasi kepedulian Arya Wedakarna terhadap sekolah hingga turun ke lapangan. Namun, ia menyesalkan bahwa momentumnya bertepatan dengan pemilu legislatif sehingga kepeduliannya terkesan berlebihan dan tidak pantas.
“Karena guru tersebut dipermalukan di hadapan murid-muridnya. Sebagaimana dalam UU 14/2005 Guru dan Dosen pasal 39 ayat 3 dan 4, bahwa guru harus dilindungi dari perlakuan diskriminasi, intimidasi, dan dari pelecehan terhadap profesi,” jelas dia.
Di sisi lain, Iman juga mengkritik hukuman yang diduga diberikan oleh guru tersebut kepada muridnya yang terlambat. Ia mengatakan, hukuman tersebut berlebihan dan meniadakan hak murid untuk belajar.
“Bicara kedisiplinan, sekarang dikenal dengan istilah disiplin positif. Yaitu mengarahkan kedisiplinan tanpa hukuman fisik. Tujuannya menciptakan proses perbaikan diri pada murid. Zaman sudah berubah, era kedisiplinan berbasiskan hukuman sudah tidak relevan,” kata Iman. (*)
Editor: Darmawan