Leading News For Education For Aceh
IndeksRedaksi

NARKOBA, MASIH MENJADI MOMOK BAGI KALANGAN PELAJAR KOTA LHOKSEUMAWE

ACEHSIANA.COM, Lhokseumawe – Isu merebaknya wabah virus Corona telah menakutkan banyak orang di seluruh penjuru dunia, begitu pula Indonesia. Aceh juga telah melakukan antisipasi upaya pencegahan masuknya wabah virus tersebut dengan cara sosialisasi dan persiapan siaga medis di rumah sakit yang ada di Aceh. Namun, viralnya wabah corona tersebut tidak meminggirkan perhatian kita terhadap bahaya Narkoba yang telah sebelumnya lebih viral mewabah di wilayah Aceh, bahkan telah dikonsumsi tingkat kalangan pelajar. Hal ini disampaikan oleh ketua Yayasan Pesantren Tabina Aceh saat melakukan sosialisasi dan pemeriksaan kecenderungan penggunaan narkoba dengan pengujian urin siswa pada Sekolah menengah pertama di kota Lhokseumawe. Kegiatan sosialisasi bahaya Napza yang dilaksanakan pada SMPN 7 Lhokseumawe, SMPN 8 Lhokseumawe dan SMPN 12 Lhokseumawe oleh Yayasan Pesantren Tabina Aceh beberapa waktu lalu, juga dilengkapi dengan pemeriksaan kandungan urin dari beberapa siswa yang diacak untuk dilakukan tes kandungan urin. Pelaksanaan sosialisasi dan tes narkoba pada SMPN 7 Lhokseumawe diperoleh hasil tes dari 10 siswa yang diteliti kandungan urinnya, 3  diantaranya positif terkandung Narkoba. selanjutnya di SMPN 12 Lhokseumawe juga didapatkan 4 orang siswa dari 10 siswa yang diuji diperoleh positif kecanduan Narkoba, sedangkan di SMPN 8 Lhokseumawe setelah di tes 10 siswa, tidak terdapat hasil yang terindikasi mengandung zat narkoba. Siswa yang terindikasi menggunakan Narkoba tersebut ditindak lanjuti oleh sekolah dengan pemanggilan orang tua untuk tindakan selanjutnya.

Pimpinan Yayasan Pesantren Tabina Aceh (PETA) Tgk. Muhammad Nur, M.Si menyampaikan jika selama ini Yayasan PETA telah mengelola pusat rehabilitasi korban Napza di gampong Blang Panyang Kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe, teknik penanganan yang dilakukan selain rehabilitasi secara medis juga pengelolaan karakter dan ketrampilan dengan pelaksanaan sistem pendidikan berbasiskan pesantren dan dilakukan program aftercare berupa pelatihan ketrampilan vokasional. Program dan metode penanganan tersebut berdampak positif terhadap tidak hanya kesembuhan korban Napza, tetapi juga karakter dan modal ketrampilan yang dapat diaplikasi dalam masyarakat setelah selesai masa rehab.

Selanjutnya, Tgk. Muhammad Nur, MSi menyampaikan jika pada tahun ini sebagai upaya pengembangan program Yayasan PETA, telah mendaftarkan diri untuk merintis lembaga pendidikan formal berupa SMK Islam Terpadu Pesantren Tabina Aceh (SMK IT PETA). Diharapkan hadirnya SMK IT PETA akan dapat menjadi wadah pendidikan bagi korban Napza yang berusia sekolah untuk bisa menimba pendidikan dimasa rehabilitasi, serta remaja lulusan Sekolah Menengah Pertama di wilayah Lhokseumawe khususnya yang melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah Kejuruan dengan tidak hanya memperoleh ketrampilan vokasional tetapi juga mendapatkan pendidikan keagamaan di Pesantren dengan sistem boarding.  (*)

Editor: Faisal Vijai