Leading News For Education For Aceh
IndeksRedaksi

Nadhira Afifa Salah Satu Mahasiswi Asal Pulau Sumatera Yang Terpilih Menjadi Student Speaker di Wisuda Harvard 2020

Nadhira Afifa Salah Satu Mahasiswi Asal Pulau Sumatera Yang Terpilih Menjadi Student Speaker di Wisuda Harvard 2020

ACEHSIANA.COM, JAKARTA– Nadhira Nuraini Afifa tidak menyangka ketika terpilih menjadi salah student speaker yang mewakili angkatannya pada wisuda online Harvard 2020 yang digelar pada 28 Mei 2020.

Nadhira Afifa adalah salah mahasiswi asal Indonesia yang menempuh pendidikan S2 di Department of Global Health and Population, Harvard T.H. Chan School of Public Health.

Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini melanjutkan pendidikan masternya melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Dalam studinya, Nadhira fokus pada topik nutrisi.

Ia terlibat dalam beberapa proyek yang berkaitan dengan anak-anak kekurangan gizi, terutama stunting di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Awal tahun ini, Nadhira berkesempatan mengunjungi Tanzania untuk menangani masalah gizi buruk di kalangan remaja sekolah di Kota Dodoma bersama dengan beberapa mahasiswa Harvard lainnya.

Nadhira menjalani serangkaian seleksi hingga akhirnya terpilih untuk berpidato mewakili angkatannya.

Apa yang disampaikan Nadhira dalam pidatonya di Wisuda Harvard 2020?

Isi pidato Nadhira Melalui Akun YouTubenya

Selamat sore semuanya. Salam untuk staf pengajar dan angkatan 2020.

Selamat! Selamat kepada orangtua kita, teman-teman, dan orang-orang terkasih. Karena tanpa mereka, hari ini tidak akan seistimewa yang kita semua hasilkan dan harus kita hargai bersama.

Berapa banyak dari Anda ketika masih kecil ditanya, apakah Anda ingin jadi seorang profesional dalam bidang kesehatan masyarakat? Saya juga tidak. Tapi di sinilah saya sekarang.

Saya tidak akan pernah melupakan hari orientasi pertama setelah kuliah. Saya makan siang di kamar mandi dengan kaki di kursi toilet.

Jadi tidak ada yang tahu bahwa saya ada di sana. Saya sangat takut dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan coffee break.

Saya sangat gugup karena harus melakukan obrolan ringan. Saya tidak tahu harus berkata apa. Saya takut mengatakan sesuatu yang salah.

Saya takut terlihat berbeda. Bahkan dengan mengenakan jilbab, saya sudah memperjelas identitas saya tanpa memberi tahu siapa pun apa yang saya percayai.

Saya telah melihat banyak berita seputar islamophobia dan itu menarik perhatian saya. Namun, saat minggu kedua saya di kampus, persepsi saya mulai berubah. Saya menemukan ruang shalat di lantai bawah.

Hal yang mengejutkan adalah kampus menyediakan ruang yang sangat nyaman dilengkapi dengan semua hal yang saya butuhkan.

Apa yang membuatnya lebih istimewa adalah teman Yahudi saya menunjukkan kamar itu kepada saya karena dia berdoa di bawah tangga darurat. Kesamaan, inklusif, dan persatuan.

Saya tidak dapat memikirkan tempat lebih baik, tetapi di sini sedikit demi sedikit Harvard dan semua orang di dalamnya telah menjadi rumah baru yang berjarak 10.000 mil dari rumah.

Saya berubah menjadi orang yang percaya diri. Ibu yang telah membuat saya menjadi seperti sekarang. Mama selalu menjadi orang yang menginspirasi saya.

Dia adalah anak bungsu dari sebelas bersaudara. Lahir dan dibesarkan oleh petani di Pulau Sumatera di Indonesia. Anak-anak petani tidak bersekolah saat itu.

Kakak serta adiknya bekerja sangat keras untuk menyekolahkan Mama sampai ke perguruan tinggi dan dia tidak menerima begitu saja.

Ketika saya masih kecil, Mama mengajari saya pelajaran penting dalam hidup. Bermimpilah setinggi-tingginya, karena satu-satunya batasan kita adalah pikiran kita.

Itulah yang membuat Mama berhasil melalui masa-masa sulit, meskipun berada di bawah privilege. Mama telah membesarkan tiga anak yang semuanya menyelesaikan gelar master. Nilai yang selalu Mama ajarkan sepanjang hidup.

Dari kota kecil hingga lulus dari kampus kesehatan umum terbaik di dunia. Namun, saya tidak akan berhenti di sini. Hari ini hanyalah awal dari perjalanan yang lebih besar.

Saya mendorong Anda semua untuk berjanji bahwa kita tidak akan menghentikan diri kita untuk menjadi yang lebih tinggi, berkontribusi lebih banyak, dan membuat dampak bagi dunia melalui kesehatan masyarakat (public health).

Buatlah dampak pada dunia melalui kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat memberi kita hak istimewa untuk menyelamatkan kehidupan jutaan orang dan meningkatkan kesehatan, serta umur panjang generasi-generasi yang akan datang.

Hanya melalui kesehatan masyarakat kita dapat melihat seluruh negara telah melupakan perbedaan mereka dan mengumpulkan sumber dayanya. Di bawah coronavirus yang dramatis dan suram, memiliki hikmah. Ada banyak kisah kolaborasi dan dedikasi.

ada masa krisis ini, akankah Anda menyadari bahwa betapa pun istimewanya kita atau dari mana pun kita berasal, kita terpapar pada risiko yang sama.

Bahwa hanya dengan saling membantu kita akan selamat. Sejenak orang bersatu dalam upaya kesehatan masyarakat yang sebenarnya. Meskipun ada perbedaan dalam kebangsaan etnis atau spiritualitas.

Saudara dan Saudari sekalian, Anda telah memilih untuk berada di sini hari ini karena Anda dipanggil untuk melayani untuk memuliakan kehidupan orang-orang. Anda bahkan belum pernah bertemu atau mungkin tidak pernah bertemu.

Jadi, izinkan saya mengubah pertanyaan berapa banyak dari Anda sekarang yang telah menyelesaikan di Harvard dengan bangga dan mengatakan bahwa saya senang menjadi seorang public health profesional?

Sekian. Angkatan 2020, selamat datang di acara yang terkadang mengasyikkan, kadang melelahkan, tetapi saya sangat menghargainya. Terima kasih.

Melalui channel Youtube-nya, Nadhira menceritakan pengalamannya menjadi pembicara saat wisudanya.

“Ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi aku. Sangat membanggakan juga buat aku, sebuah kejutan yang luar biasa untuk mengakhiri journey aku di Harvard,” kata Nadhira dalam channel Youtube-nya, Nadhira Nuraini Afifa.

Seleksi Nadhira mengatakan, ia mengikuti seleksi untuk terpilih menjadi pembicara dalam wisuda tersebut. Ada beberapa tahap, dari seleksi tertulis hingga video.

Nadhira lolos tahap demi tahap.

Ketika lolos tahap awal dia mendapatkan bimbingan mengenai cara berpidato dari dosen terpilih Harvard.

Walaupun nantinya tidak lolos sampai akhir, dia merasa beruntung telah mendapatkan ilmu.

Ternyata, Nadhira lolos menjalani serangkaian seleksi. Butuh latihan berhari-hari sampai dia dan suaminya bosan mendengarnya.

Nadhira juga terus mengingat berbagai saran dari coach-nya, memperbaiki ekspresinya, dan menyesuaikan logatnya agar bisa dipahami orang Amerika Serikat.

“Dapet kesempatan luar biasa bisa mewakili angkatan, ngasi pidato, menceritakan banyak hal yang mau aku ceritain ke banyak orang lewat pidato ini. Jadinya aku sangat bersyukur dan mudah-mudahan ke depannya bisa memanfaatkan ilmu aku dengan baik,” kata Nadhira.

Dalam pidatonya, Nadhira menceritakan pengalaman pertamanya masuk kampus, beradaptasi dengan lingkungannya, hal-hal yang menjadi motivasinya, hingga apa yang dia inginkan untuk mengubah dunia.