Oleh: Nurjannah, S. Pd.
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia seutuhnya. Hal tersebut bermakna bahwa pendidikan merupakan runtutan proses perubahan sikap dan perilaku. Selaras dengan hal tersebut, UU No. 20 Tahun 2003 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan demikian, pendidikan memiliki peran yang begitu penting dalam usaha mengembangkan potensi diri para siswa, aset berharga suatu bangsa.
Maju atau tidaknya suatu bangsa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang begitu berpengaruh pada kemajuan bangsa, yaitu faktor pendidikan dan karakter. Pendidikan yang berkarakter sudah lama menjadi bagian dalam nuansa pendidikan di Indonsesia. Zubaedi (2012:19) mengemukakan bahwa pendidikan karaker adalah segala upaya yang diakukan guru agar dapat memengaruhi pembentukan karakter siswa.
Dewasa ini, character education belum sempurna mengakar dalam sanubari peserta didik. Banyak generasi bangsa yang masih minim dalam hal menghayati dan mengaplikasikan nilai religius, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, nasionalisme, menghargai prestasi, cinta damai, gemar membaca, peduli, dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dasar sebagai pembentuk karakter tersebut tidak mengakar kuat dalam jiwa siswa. Dengan demikian, banyak lulusan dengan berbagai spesialisasi hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan masa bodo dengan lingkungan sekitar.
Banyak problematika pendidikan yang mesti dituntaskan. Problem yang paling penting untuk mendapat perhatian berkenaan dengan pembentukan karakter peserta didik. Mari kita tinjau kondisi moralitas bangsa yang kian hari kian terpuruk. Generasi bangsa tidak lagi menjadikan nilai dan norma-norma sebagai panutan. Guru, seseorang yang layaknya digugu dan ditiru tidak lagi menjadi panutan. Tindak kriminal kian menjamur tak kenal musim kemarau atau musim penghujan, tetap saja subur. Dengan demikian, perlu adanya upaya untuk menanamkan pendidikan karakter pada siswa. Dalam hal inilah, pembelajaran sastra berperan sebagai media yang dapat diberdayakan untuk membina dan mengembangkan karakter mulia generasi bangsa.
Sastra adalah suatu gagasan yang dituangkan melalui pemikiran kreatif penulis. Seorang sastrawan berupaya menghasilkan gagasannya secara sadar melalui perenungan mendalam yang dikemas dalam bentuk bahasa yang indah. Wahid (dalam Citra, 2015:02) mengemukakan bahwa fungsi sastra ialah untuk menghibur. Sastra dapat menyuguhkan nilai estetika sehingga dapat menghibur penikmat sastra. Selain itu, sastra juga berfungsi untuk mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang semestinya, yakni jalan kebenaran yang selaras dengan kehidupan.
Senada dengan hal tersebut, peran sastra bagi siswa dalam pembelajaran sastra, juga dikemukakan oleh Tarigan (dalam Fizryani, 2014:72), sastra memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan, yaitu (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial.
Pembelajaran sastra dapat membantu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbahasa. Karya sastra memiliki peranan penting dalam hal meningkatkan budaya literasi di kalangan siswa. Sastra juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik melalui produk-produk sastra yang berkualitas. Di sisi lain, sastra juga berperan dalam perkembangan kepribadian yang mengarah pada pembentukan karakter generasi bangsa. Karya-karya sastra yang berkualitas dan sarat akan nilai-nilai positif akan membangun karakter siswa secara perlahan-lahan. Dengan demikian, pembelajaran sastra di sekolah mampu membentuk karakter peserta didik untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Karya sastra diciptakan oleh sastrawan penuh dengan berbagai amanat dan nilai-nilai kehidupan yang dikemas dengan begitu apik dan bernilai estetika. Penikmat karya sastra, khususnya siswa akan dapat menambah wawasan. Bukan hanya sekedar wawasan belaka, namun juga dalam hal perasaan. Karya sastra akan memberikan efek kepada siswa agar lebih peka terhadap lingkungan. Sastra menghadirkan berbagai pembelajaran kehidupan dalam bentuk tulisan yang menarik sehingga dapat meminimalisir peserta didik dari kejenuhan.
Sastra mampu mengajak peserta didik untuk berpikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Karya sastra tidak lepas dari kehidupan siswa sebagai bagian dari masyarakat. Realita dalam kehidupan masyarakat tersebut yang disajikan dalam bentuk karya sastra. Sastra bak mata pancing untuk memunculkan sikap peduli dalam diri siswa. Sastra mengandung pesan moral dan amanat dari penulis. Peserta didik dapat menikmati gagasan yang sarat makna dari sastrawan melalui karya sastra. Selain itu, Sastra juga menjadi media penyampaian nilai edukasi.
Banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari sebuah karya sastra. Sastra dapat memanusiakan manusia. Selain itu sastra juga mampu mensosialisasikan berbagai jenis niali-nilai dalam kehidupan, meningkatkan kecerdasan emosional, dan juga melatih ketajaman penalaran.
Karya sastra yang dihasilkan oleh para sastrawan sangat beragam. Karya sastra tersebut terdiri dari puisi, prosa, dan drama. Karya-karya ini dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Pemanfaatan karya sastra dapat diterapkan melalui dua cara, yaitu pemilihan bahan ajar dan pengelolaan proses pembelajaran. Guru dituntut untuk lebih kreatif dengan ide-idenya sehingga minat, bakat, dan motivasi peserta didik dapat berkembang pesat.
Sastra sebagai bahan ajar bermakna bahwa karya sastra yang bermutu baik secara etis dan estetis dapat digunakan sebagai bahan ajar. Penggunaan karya sastra sebagai bahan ajar akan memberikan efek menyadarkan dan membimbing siswa menuju pendidikan yang berkarakter. Di sisi lain, sastra juga dapat diberdayakan dalam pengelolaan proses pembelajaran bermakna. Guru dapat melibatkan peserta didik dalam proses mempelajari dan mengkhayati karya sastra.
Guru juga perlu membimbing siswa agar dapat mengkhayati nilai-nilai yang termaktub dalam karya sastra. Pendidik juga dapat memberikan pencerahan kepada siswa mengenai himbauan untuk mengaplikasikan nilai–nilai karya sastra dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, melalui karya sastra, siswa diharapkan menjadi individu yang kreatif, cerdas, dan memiliki mental yang tangguh. Hal tersebut tentunya sangat berkaitan dengan peranan sastra dan karya sastra yang dibaca, dikhayati, serta diaplikasikan dalam diri siswa.
Harapannya, pembelajaran sastra bisa memperindah budi pekerti siswa. Perlahan karakter generasi bangsa akan terbentuk berjalan beriringan, seiring kian indahnya budi perkerti peserta didik. Di masa yang akan datang, diharapkan pembelajaran sastra mampu menyungguhkan solusi dalam memperbaiki moralitas bangsa.
Pendidikan karakter harus benar-benar dapat diaplikasikan oleh siswa. Hal ini dikarenakan siswa ialah generasi yang akan menjadi harapan dan masa depan bangsa kita, bangsa Indonesia.
Nurjannah, S.Pd., Guru SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe dan penulis buku fiksi “Surat Merah Jambu, Palestina (Antologi Puisi) dan Bintang Kehidupan (Antologi Cerpen)”