Leading News For Education For Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Kepala Sekolah Bukan Lagi Guru?

Oleh: Nazarullah, S.Ag, M.Pd

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 sebagai landasan perubahan atas PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang menyebutkan ketentuan Kepala Sekolah tidak lagi wajib mengajar untuk pemenuhan syarat tunjangan profesi, sebagaimana yang telah berlaku selama ini yaitu sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator (EMASLIM).

Dengan demikian, setelah berlakunyan PP Nomor 19 Tahun 2017 pasal 54 ini dan dikuatkan dengan PERMEN Dikbud Nomor 6 Tahun 2018, Kepala Sekolah bukan lagi guru yang mendapatkan tugas tambahan. Artinya, Kepala sekolah dibebaskan dari beban mengajar 6 (enam) jam pelajaran dalam seminggu. Dalam PP Nomor 19 Tahun 2017 itu disebutkan bahwa beban tugas Kepala Sekolah meliputi tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan, serta supervisi guru dan tenaga kependidikan.

Dengan berlakunya aturan terbaru ini bahwa kepala sekolah tidak lagi mengajar, seharusnya tugas kepala sekolah yang salah satunya adalah supervisi guru harus dimaksimalkan, sehingga rekrutmen tenaga pengawas sekolah dapat dikurangi perlahan-lahan, sehingga kekurangan tenaga pengajar di sekolah dapat teratasi. Maklum, selama ini, banyak guru yang memilih profesi Pengawas Sekolah, sehingga hampir di berbagai daerah, sekolah-sekolah kekurangan guru.

Keberadaan Kepala Sekolah tanpa beban jam mengajar, semestinya bisa ambil alih sepenuhnya tugas pengawas sekolah selama ini. Sehingga suatu saat nantinya, pemerintah bisa mengurangi rekrutmen tenaga pengawas untuk meminimalisir kekurangan tenaga guru di sekolah-sekolah. Dengan demikian, ke depan tidak ada lagi guru honorer yang mengajar, tapi lebih diupayakan untuk pengangkatan Guru PNS atau tenaga pendidik profesioal dengan kontrak kerja dalam status PPPK yang diberikan pendapatan minimal setara upah minimum yang ditetapkan pemerintah sesuai standar kelayakan hidup.

Berikan Tenggang Waktu
Hari ini, tugas Kepala Sekolah/Madrasah tidak lagi guru yang mendapatkan tugas tambahan. Tetapi pekerjaan utama mereka adalah sebagai menejer. Tinggal lagi bagi pemerintah lewat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah memikirkan pemberian tunjangan tersendiri bagi kepala Kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan jabatan mereka sebagai menejer dalam memimpin dan memajukan lembaga pendidikan.

Untuk menghadirkan Kepala Sekolah yang siap memajukan lembaga pendidikan, harus benar-benar direkrut orang-orang yang jenjang karir di guru sangat bagus. Setelah diangkat dalam jabatan Kepala Sekolah, kepada mereka juga diberikan tenggang waktu selama 3 atau 4 tahun. Jika berprestasi, dapat dipertimbangkan kembali untuk memimpin lembaga tersebut atau dilanjutkan posisinya sebagai kepala sekolah di tempat yang lain. Bila tidak, maka dia akan dikembalikan sebagai guru atau tenaga pendidik.

Dalam pengangkatan Kepala Sekolah dan juga termasuk di dalam-nya Kepala Madrasah, Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama, harus terhindar dari asal tunjuk. Mekanisme pengangkatan Kepala Sekolah harus diikuti semisal seleksi, asesmen, dan juga telah lulus diklat Calon Kepala Sekolah/Madrasah. Sehingga terhindar dari kebiasaan selama ini dengan mengangkat Kepala Sekolah/Madrasah dengan mengabaikan proses seleksi dan keikutsertaan mereka dalam diklat Calon Kepala Madrasah.

Mengenai masalah lulus Diklat Calon Kepala Sekolah sebagai syarat diangkat dalam jabatan Kepala Sekolah harus benar-benar diperhatikan dan diutamakan. Hal ini dikarenakan bahwa, keberhasilan proses pendidikan sangat ditentukan oleh kepala sekolah selaku pemimpin pembelajaran, menejer sekolah, dan juga orang yang mengatur guru dan siswa. Dalam Diklat Calon Kepala Sekolah, mereka akan dibekali dengan kompetensi yang memadai untuk menggerakkan dan mengembangkan semua potensi yang ada di sekolah.

Chief Ececutive Officer

Kepala Sekolah/Madrasah yang direkrut sesuai dengan prosedur yang telah diatur, harus mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik terhadap lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Sebagai Pemimpin Pembelajaran, Kepala Sekolah harus bisa memaksimalkan waktu dan dedikasinya semata-mata untuk memajukan lembaga tersebut. Waktunya harus banyak dihabiskan di sekolah dari pada duduk di warung kopi bersama atasan yang pernah mengangkatnya jadi kepala sekolah.

Kepala sekolah yang profesional, harus sering berada di sekolah dan jangan sering berada di Kantor Dinas Pendidikan atau Kementerian Agama. Bila ada kepala sekolah/madrasah yang sering “setor wajah” ke kantor, kepada mereka harus diberikan teguran atau peringatan. Hal ini dilakukan agar mereka lebih serius dengan jabatan yang sekarang sebagai Menejer Sekolah/Madrasah dan bukan guru yang diberikan tugas tambahan untuk sering menyambangi kantor atasannya.

Posisi Kepala Sekolah ke depan bakal dianggap sebagai jabatan karir. Oleh sebab itu, guru yang terbaik harus diupayakan diangkat dalam jabatan kepala sekolah dengan mendapatkan tunjangan kusus. Dengan tunjangan kusus tersebut, kepala sekolah harus lebih fokus memajukan sekolah yang dipimpinnya serta meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan delapan standar nasional pendidikan.

Selanjutnya, sebagai pelaku perubahan, kepala sekolah harus meningkatkan kemampuan manajerialnya. Karena, sekolah yang dipimpin dengan manajemen yang baik akan lebih maju. Sekolah tanpa manajemen yang baik, biasanya akan cepat ‘Gulung Tikar’, atau berada pada posisi “La Yahya Wa La Yamut”, hidup segan, mati pun tak mau.

Kepala Sekolah sebenarnya seperti Chief Executive Officer, yaitu pejabat eksekutif tertinggi di sekolah. Dalam peran sebagai CEO itu, kepala sekolah harus bisa mengelola sekolah yang dipimpinnya untuk bisa menghasilkan lulusan dengan nilai yang bagus. Harapan kita dan juga harapan semua bangsa Indonesia tentunya, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 dan Permen Dikbud Nomor 6 Tahun 2018, peran Kepala sekolah akan lebih baik dari yang sebelumnya.

Nazarullah, S.Ag. , M.Pd adalah Widyaiswara BDK Aceh

E-mail: nazarullah_za@yahoo.co.id