ACEHSIANA.COM, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) akan menggencarkan penerapan sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan di 2024. Salah satu caranya adalah dengan menambah aktor resolusi konflik keagamaan yang akan menjadi penanggap pertama dan pelatih ketahanan masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik, Kemenag, Dedi Slamet Riyadi dalam kegiatan Sapa ARK (Aktor Resolusi Konflik) dan Pegiat Resolusi Konflik (Kanwil Kemenag Provinsi, Kemenag Kab/Kota, KUA Kecamatan), Jumat (26/1). Kegiatan ini digelar secara daring melalui zoom meeting.
Dedi mengatakan bahwa Kemenag telah memiliki regulasi yang mengatur sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan, yaitu Keputusan Menteri Agama No. 332 dan Kepdirjen Bimas Islam No. 1583. Namun, regulasi tersebut masih perlu diimplementasikan dengan baik di lapangan.
“Di 2024 ini, kami akan fokus pada upaya implementasi sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan, sehingga sistem itu akan berjalan dan bekerja dengan baik. Diperlukan langkah-langkah operatif untuk mengimplementasikan kedua regulasi tersebut sehingga benar-benar memberi maslahat kepada masyarakat,” jelasnya.
Salah satu langkah operatif yang akan dilakukan Kemenag adalah dengan menambah jumlah aktor resolusi konflik keagamaan. Aktor resolusi konflik adalah penghulu dan penyuluh yang telah mengikuti seleksi dan pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh Kemenag.
“Aktor resolusi konflik tidak hanya menjadi pelapor atau penginput data terkait potensi konflik keagamaan, tetapi juga diharapkan menjadi first responders (penanggap pertama) ketika muncul indikator atau gejala sosial yang diduga dapat memicu konflik sosial keagamaan,” terang Dedi.
Dedi menambahkan bahwa di tahun 2024, Seleksi Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK) akan ditingkatkan jumlahnya. Jika di tahun-tahun sebelumnya hanya 1 kelas, tahun 2024 menjadi 3 kelas. Sehingga, akan ada tambahan 150 orang aktor resolusi konflik. Saat ini, sudah ada 100 aktor resolusi konflik dari dua angkatan sebelumnya.
Selain melaksanakan SPARK, Kemenag juga akan menggelar pelatihan Community Resilience. Pelatihan ini bertujuan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap konflik keagamaan, bahkan konflik sosial lainnya.
“Melalui pelatihan ini, masyarakat di tingkatan akar rumput memiliki ketahanan dan kecakapan untuk mengelola dan menangani potensi konflik yang terjadi. Masyarakat umum bisa memiliki kepekaan dan kemampuan untuk merumuskan langkah-langkah penanganan konflik,” ujar Dedi.
Dedi berharap, dengan adanya aktor resolusi konflik dan pelatihan community resilience, konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia dapat dicegah dan diselesaikan secara damai dan konstruktif. (*)
Editor: Darmawan