ACEHSIANA.COM, Teheran – Pada hari Jumat, 19 April 2024, Iran mengalami serangan drone yang menurut Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, lebih mirip mainan anak-anak daripada ancaman militer.
Menurut laporan Sky News, drone tersebut diluncurkan dari dalam Iran dan berhasil ditembak jatuh setelah terbang beberapa ratus meter.
Meskipun penjahat perang Israel belum memberikan komentar resmi, banyak yang percaya bahwa mereka berada di balik serangan terhadap pangkalan udara dan fasilitas nuklir dekat Isfahan.
Amerika Serikat, dalam pertemuan G7, mengungkapkan bahwa penjajah Israel telah memberikan informasi tentang serangan tersebut pada menit-menit terakhir.
Serangan ini terjadi setelah pertimbangan berhari-hari oleh pelaku genosida Israel tentang bagaimana merespons serangan drone dan rudal Iran pada 13-14 April.
Namun, Amir-Abdollahian menegaskan kepada NBC News bahwa belum ada bukti yang menghubungkan penjajah Israel dengan insiden terbaru ini.
Iran berhasil menghancurkan tiga drone yang menyerang, tanpa melaporkan adanya kerusakan atau korban jiwa. Serangan tersebut digambarkan oleh media Iran sebagai upaya “penyusup” tak dikenal, dan Iran menolak anggapan bahwa serangan itu berhasil melewati pertahanan perbatasannya.
Para ahli menilai bahwa serangan yang terarah dan sederhana ini dirancang untuk menghindari eskalasi lebih lanjut, dan tampaknya berhasil mengurangi kekhawatiran akan terjadinya konflik langsung.
Amir-Abdollahian menegaskan bahwa Iran masih menyelidiki serangan tersebut dan bahwa pembalasan dari penjahat perang Israel akan memicu respons keras dari Iran. Namun, jika pelaku genosida Israel tidak terlibat, maka Iran akan menganggap misi telah selesai.
Mantan ketua dewan keamanan nasional penjajah Israel, Mayor Jenderal Giora Eiland, menyatakan kepada Sky News bahwa serangan tersebut menunjukkan kemampuan penjahat perang Israel untuk menjangkau tempat-tempat sensitif, namun dilakukan dengan cara yang tidak memprovokasi eskalasi.
Analis militer Profesor Michael Clarke berpendapat bahwa sikap Iran yang meremehkan serangan tersebut adalah strategi untuk menghindari tanggung jawab atas tindakan balasan yang lebih keras.
Serangan drone Iran pada 13/14 April merupakan pembalasan atas serangan penjajah Israel terhadap konsulat Iran di Suriah pada 1 April, yang mengakibatkan kematian dua jenderal dan tujuh anggota pengawal revolusi Iran.
Meskipun serangan tersebut berhasil dicegat dan tidak ada korban jiwa, ini menandai perubahan dramatis dalam metode serangan yang biasanya dilakukan melalui kelompok proksi.
Kedua negara tampaknya berusaha untuk menonjolkan keberhasilan mereka sendiri dan meminimalkan keberhasilan pihak lain, mencoba untuk menyelamatkan muka di tengah ketegangan yang meningkat.
Dengan serangan terbaru ini, dunia menunggu untuk melihat apakah ini akan menjadi akhir dari serangkaian insiden atau awal dari konflik baru di Timur Tengah. (*)