ACEHSIANA.COM, Jakarta – Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim menuntut Kapolri, Jenderal Idham Aziz untuk mundur dari jabatannya jika oknum polisi yang membotaki guru di Sleman, Yogyakarta, tidak dihukum berat. Hukuman berat harus diberikan kepada oknum polisi tersebut karena dianggap telah menghina profesi guru dengan cara memotong rambutnya hingga botak. Tuntutan tersebut disampaikan Ramli melalui rilis yang diterima tim acehsiana.com pada Rabu (26/2).
Menurut Ramli, peristiwa pemotongan rambut hingga botak terhadap guru-guru yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga kegiatan yang didampinginya merenggut nyawa anak-anak didiknya adalah sebuah penghinaan terhadap profesi guru. Hukuman yang berat, kata Ramli, pantas diberikan kepada oknum polisi tersebut.
“Jika Kapolri tidak memberikan hukuman tersebut, kami menuntut Kapolri untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Penghinaan terhadap profesi guru tidak boleh dibiarkan begitu saja meskipun sang guru berstatus terduga melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa siswa SMPN 1 Turi,” ujar Ramli.
Dikatakan Ramli, peristiwa susur sungai yang telah merenggut nyawa siswa SMPN 1 Turi tentu saja menjadi persoalan serius. Ramli sangat yakin tidak ada sedikitpun unsur kesengajaan oleh pihak guru pendamping untuk secara sengaja mencelakai siswanya apalagi hingga membunuh siswanya.
“Harus kita akui bahwa ada kekeliruan dan kelalaian sehingga menimbulkan korban jiwa. Tetapi juga diyakini bahwa tidak ada unsur kesengajaan oleh guru tersebut untuk menghilangkan nyawa anak didiknya,” tegas Ramli.
IGI, lanjut Ramli menyerahkan proses tersebut sepenuhnya untuk diproses secara hukum. IGI sangat menghargai dan sangat mengapresiasi kawan-kawan organisasi guru lainnya yang telah lebih awal menurunkan tim bantuan hukum untuk mendampingi kawan-kawan guru kita yang mendapatkan musibah.
“Terlepas dari kesalahan dan kelalaian mereka sesungguhnya tidak layak polisi memperlakukan mereka dengan cara menghinakan mereka dengan memotong rambutnya hingga botak. Apalagi memasarkannya ke publik. Hal ini menimbulkan persepsi seolah polisi jauh lebih menghargai koruptor yang membunuh kemanusiaan dibanding guru yang secara tidak sengaja lalai yang menimbulkan korban jiwa,” tutur Ramli.
Para polisi ini lupa, ungkap Ramli, kalau mereka tidak akan pernah menjadi polisi tanpa peran guru sedikitpun. Ramli melanjutkan bahwa para polisi yang menggunduli ini seolah lupa bahwa membaca dan menulispun mereka tidak akan mampu jika tanpa dibantu oleh guru. Karena itu, terang Ketum IGI itu, seharusnya polisi tersebut bukan mempermalukan guru dengan cara-cara seperti itu tetapi seharusnya mereka memperlakukan guru dengan cara yang baik dengan tetap mengedepankan proses hukum dan asas praduga tak bersalah.
“Guru-guru ini juga memiliki keluarga dan kehormatan keluarga mereka juga harus dijaga karena mereka melakukan semua itu tanpa unsur kesengajaan tetapi murni karena kelalaian dan faktor alam. Kami dari IGI tentu saja sangat prihatin dengan jatuhnya korban dari peristiwa susur sungai ini. IGI wilayah Yogyakarta bahkan telah mengumpulkan dana dari berbagai pihak untuk disalurkan kepada keluarga korban dan juga keluarga guru yang sedang bermasalah,” tutup Ramli. (*)
Editor: acehsiana