ACEHSIANA.COM, Jakarta – Ikatan Guru Indonesia (IGI) mendukung wacana yang dilontarkan Presiden Joko Widodo terkait urusan pengelolaan guru ditarik kembali ke pusat. Wacana tersebut muncul untuk menghindari guru dari politisasi birokrasi oleh beberapa kepala daerah sebagai salah satu bentuk praktik buruknya pengelolaan guru oleh daerah.
Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim menjelaskan bahwa pada dasarnya wacana tersebut sudah lama digulirkan. Menurut Ramli, pelibatan guru dalam politik praktis menjadi masalah utama. Bahkan, tambah Ramli, seringkali guru-guru harus menjalani hukuman yang sebenarnya dilakukan oleh oknum pimpinan daerah tanpa dasar yang cukup. Terlebih lagi, ujar Ramli, jika pimpinan daerah berposisi sebagai petahana.
“Pengelolaan guru honorer oleh daerah yang beragam menimbulkan kesenjangan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Misal pendapatan guru honorer di Jakarta yang setara upah minimum provinsi atau lebih. Sementara terdapat daerah yang tega memberi upah Rp. 100 ribu per bulan,” kata Ramli.
Lebih lanjut Ramli menambahkan bahwa guru sering dimanfaatkan oleh oknum pejabat daerah. Misalnya, tutur Ramli, setiap ada kegiatan di daerah pasti guru diminta nyumbang. Selanjutnya, terang Ramli, urusan administrasi mesti pakai pelicin dan bahkan urusan pencairan dana BOS harus ada yang namanya “pelapis berkas”.
“Saat menerima tunjangan profesi, guru harus setor pada “bos”. Ini fakta yang dialami teman-teman guru. Mungkin masih banyak penyimpangan lain yang selalu merugikan guru,” tambah Ramli.
Ramli mengungkapkan bahwa banyak guru yang rawan menjadi objek balas dendam Pilkada. Jika guru tidak mendukung, tegas Ramli, maka guru akan dimutasi, dicopot, diabaikan dalam layanan karir tanpa pertimbangan realistis.
“Berdasarkan fakta tersebut maka IGI sangat setuju jika kewenangan guru ditarik kembali ke pusat. Hal ini bertujuan agar tidak saling menyalahkan antara daerah dengan pusat,” tutup Ramli. (*)
Editor: Darmawan