Oleh: Aulia Denisa Putri, S.Psi
Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa, dimana setiap harinya siswa akan bertemu dan berinterasksi dengan siswa lainnya. Sekolah juga merupakan salah satu tempat dimana siswa dapat memupuk dan membentuk hubungan pertemanan, baik dengan siswa yang umurnya sebaya, lebih muda atau bahkan lebih tua dari usianya. Ketika siswa memasuki usia remaja, mereka cenderung akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama temannya daripada bersama orang tua dan keluarga. Papalia dkk., (2011) memaparkan bahwa hal ini terjadi karena di usia remaja, individu akan cenderung merasa lebih nyaman untuk saling berbagi banyak hal dengan individu lain yang berada di masa perkembangan yang sama.
Teman didefinisikan sebagai orang yang menemani untuk menghabiskan waktu bersama, melakukan aktivitas yang disenangi bersama dan menjadi salah satu tempat untuk berbagi banyak hal (Bowker, 2004). Dilain sisi teman juga merupakan salah satu sumber untuk belajar memahami afeksi, nilai-nilai moral, saling mencoba hal baru, serta tempat untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orangtua. Di usia remaja, teman merupakan salah satu subjek yang menjadi tempat menceritakan pengalaman-pengalaman yang bersifat personal. Keterikatan pada teman inilah yang menghasilkan suatu hubungan hubungan pertemanan (Papalia dkk., 2011). Melalui sebuah hubungan pertemanan, siswa dapat memperoleh rasa aman, dukungan, dapat mempelajari keterampilan pemecahan masalah, dan menjadi wadah pembelajaran mengenai kompetensi sosial serta cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Hubungan pertemanan yang terjalin dapat berkembang menjadi pertemanan yang berkualitas, tergantung pada tingkat intimasi dan kesamaan yang dimiliki dalam hubungan pertemanan yang dibangun. Intimasi dan kesamaan merupakan karakteristik penting didalam hubungan pertemanan (Santrock, 2007). Intimasi dalam konteks pertemanan merujuk kepada segala sesuatu yang berlangsung dalam sebuah relasi yang dapat membuat relasi tersebut menjadi akrab dan intens. Intimasi juga dapat berwujud ketika adanya penerimaan, pemahaman dan afirmasi positif terhadap perasaan dan pikiran satu sama lain. Lantas, bagaimana karakteristik hubungan pertemanan yang berkualitas?
Bukowski dkk., (1994) menggambarkan kualitas pertemanan yang tinggi ditandai dengan tingginya rasa kebersamaan, perlindungan dari gangguan/penindasan orang lain, keamanan, pertolongan dan kedekatan yang terjalin didalam hubungan pertemanan yang dimiliki, serta memiliki tingkat perselisihan/konflik yang rendah. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kualitas pertemanan yang rendah lebih banyak memiliki perselisihan/konflik didalam pertemanannya dibandingkan rasa perlindungan dari gangguan/penindasan orang lain, kebersamaan, pertolongan, rasa aman dan kedekatan.
Melalui sebuah hubungan pertemanan, siswa dapat memperoleh rasa aman, dukungan, dapat mempelajari keterampilan pemecahan suatu masalah dan menjadi tempat belajar mengenai cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Jika dilihat secara keseluruhan, hubungan pertemanan merupakan salah satu hal penting yang mendukung terciptanya kesejahteraan psikologis siswa karena didalam hubungan pertemanan, siswa dapat memperoleh dukungan, rasa aman dan perlindungan dari segala bentuk gangguan atau penindasan yang dapat diterima dari lingkungan sekitar.
Hubungan pertemanan berkualitas yang harus dibangun adalah hubungan pertemanan yang sehat dan positif. Hubungan pertemanan yang positif ditandai dengan saling berbagi hal yang positif, saling mengingatkan untuk selalu berbuat baik, saling mendukung impian dan cita-cita masing, terus belajar untuk saling berkembang menjadi individu yang lebih baik dan ikut bahagia terhadap pencapaian teman. Berbeda dengan pertemanan yang negatif dan tidak sehat, yaitu ketika siswa saling mendukung dalam hal yang tidak benar yang akhirnya akan menghambat perkembangan diri siswa untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Disinilah peran guru untuk mengarahkan siswa agar dapat membangun hubungan pertemanan yang positif dan berkualitas. Ketika di sekolah, guru dapat membangun kedekatan dan kelekatan diantara sesama siswa dengan memberikan permainan yang dapat membentuk kerjasama diantara siswa. Guru dapat menyisipkan nilai-nilai positif dari permainan yang dimainkan, seperti nilai kerja sama, kepercayaan, kejujuran, kerja keras, dan saling mendukung. Melalui metode bermain, siswa akan terstimulus untuk membentuk hubungan pertemanan yang positif dan berkualitas. Guru juga dapat melakukan pemantauan terhadap pola pertemanan yang terjalin diantara siswa, sehingga guru dapat langsung memberi tindakan yang tepat ketika terdapat jalinan hubungan pertemanan yang cenderung tidak sehat dan kurang berkualitas.
Memiliki hubungan pertemanan yang berkualitas dapat menjadi salah satu faktor pembentuk rasa aman dan nyaman siswa untuk berada di sekolah. Perasaan dan persepsi positif terhadap sekolah ini akan membuat siswa lebih semangat untuk ke sekolah setiap harinya, karena siswa merasa senang bertemu dengan teman-temannya. Jika memiliki teman, siswa tidak akan merasa kesepian, merasa lebih berharga, lebih percaya diri dan tidak mudah diganggu oleh siswa lain. Terlebih lagi ketika siswa memiliki hubungan pertemanan dengan individu yang sama-sama ingin berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Jika hubungan pertemanan yang terjalin merupakan pertemanan yang positif dan berkualitas, maka siswa akan saling mengingatkan untuk berbuat kebaikan, saling belajar bersama untuk meraih impian masing-masing, saling mendukung cita-cita yang ingin diraih dan saling menguatkan ketika sedang berada di posisi yang sulit.
Secara keseluruhan, hubungan pertemanan yang berkualitas akan membentuk pola hubungan pertemanan yang sehat dan positif diantara siswa. Hal ini akan menjadi salah satu faktor yang membuat siswa semangat untuk belajar dan berprestasi di sekolah, sehingga memudahkan siswa untuk meraih cita-cita yang diinginkan.
Penulis merupakan Konselor SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe.