Oleh: Mudzofir, S.Pd.,M.A
Pendidik, orang tua, serta masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyukseskan pendidikan. Mutu pendidikan yang bagus adalah buah dari hasil kerja sama antara mereka. Dalam konteks ini orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pendidikan anak, salah satunya adalah menempatkan serta memilihkan tempat pendidikan formal (sekolah) maupun non formal (masyarakat) yang mampu meningkatkan perkembangan dan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka, terbangunnya ekosistem pendidikan antara rumah, sekolah, dan masyarakat diharapkan mampu berperan penting dalam mendidik, membimbing, dan membentuk pengetahuan, kepribadian, serta akhlak yang terpuji, juga kedisiplinan anak yang akan menjadi bekal dalam menyongsong masa depan yang cerah.
Sekolah sebagai lembaga sosial yang diselenggarakan dan dimiliki oleh masyarakat, harus memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Kewajiban sekolah adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tujuan-tujuan pembelajaran, program-program unggulan sekolah, dan kebutuhan-kebutuhan sekolah lainnya. Keadaan ini sebaiknya harus disesuaikan dengan local wisdom masyarakatnya. Pentingnya pendidikan pada saat ini seiring dengan majunya pemikiran masyarakat, sehingga diperlukan kerja sama yang menjadi kebutuhan viral bagi masyarakat dan sekolah. Kerjasama ini bertujuan untuk melancarkan pendidikan yang ada di sekolah pada umumnya dan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa baik dari segi akademik maupun non akademik siswa pada khususnya. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk dari hubungan sosial antara pihak sekolah dengan masyarakat. Soerjono Soekanto (2011) menyatakan “Pengertian hubungan sosial dipergunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang mana dua orang atau lebih terlibat dalam suatu proses perilaku. Proses perilaku tersebut terjadi berdasarkan tingkah-laku para pihak yang masing-masing memperhitungkan perilaku pihak lain dengan cara yang mengandung arti bagi masing-masing.”
Di tengah hantaman pandemi covid-19 yang melanda dunia saat ini, yang mengharuskan siswa belajar secara online membuat sekolah kelimpungan dalam menentukan kebijakan-kebijakan, sehingga pembelajaran jarak jauh pun berusaha ditempuh untuk mengakomodir kegiatan belajar mengajar. Sekolah dalam waktu singkat harus mampu menyusun jadwal pembelajaran yang tidak memberatkan siswa dalam mengakses modul, handout, serta sumber-sumber belajar lainnya. Sekolah harus mampu bereaksi dengan cepat mengatasi masalah yang dihadapi sekarang ini. Pemanfaatan ICT learning yang menjadi tombak terdepan dalam menyukseskan pembelajaran jarak jauh. Guru harus mampu dan mahir memilih serta membuat pembelajaran jarak jauh yang mampu dicerna dengan mudah oleh siswa. Penggunaan google classroom, grup whatsApp, kahoot, quizizz, zoom meeting, google meet serta aplikasi belajar lainnya harus mampu dikuasi oleh guru dengan cepat dalam waktu yang tidak terencana. Hal serupa juga dialami oleh siswa, siswa yang sebelumnya merasa aneh dengan nama-nama aplikasi belajar tersebut, demi proses pembelajaran jarak jauh dapat terealisasi dengan baik, siswa juga harus mampu mengaplikasi dengan cepat. Sekolah mengakui adanya kendala yang dialami oleh siswa, sehingga sekolah memberikan video tutorial yang jelas dan mudah dipahami.
Seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan pembelajaran jarak jauh bermunculan. Keluhan guru terkait kedisiplinan siswa mulai menjadi trending topic grup whatsApp sekolah, grup whatsApp orang tua, serta obrolan ringan oleh para guru, namun ‘berat’ pada saat menemani makan siang atau bahkan pertemuan rutin di sekolah. Hal serupa juga dialami oleh orang tua, banyaknya tugas yang diberikan oleh guru menjadi beban yang berarti bagi orang tua yang secara dadakan harus menjadi guru semua mata pelajaran selama pandemic ini. Sehingga banyak orang tua yang memiliki kesibukan serta rutinitas kerja yang tidak bisa ditinggalkan akhirnya memilih jasa guru private untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Sehingga pada saat ini guru private menjadi primadona bagi orang tua.
Permasalahan-permasalahan ini muncul silih berganti dan berkelanjutan, kebiasaan-kebiasaan baru salama pembelajaran jarak jauh membuat siswa menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah. Hal ini membuat gadget/gawai menjadi sahabat sejati yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Alih-alih belajar online, tanpa sepengetahuan orang tua berubah menjadi game online dengan seketika. Game online menjadi prioritas utama dibanding pembelajaran online. Walaupun sama-sama online, belajar online dan game online menjadi dua hal yang saling keterikatannya sangat kuat demi mengajukan proposal kuota internet kepada orang tua. Kebanyakan siswa kurang memanfaatkan ketersediaan kuota internet buah hasil dari proposal orang tua untuk menemani dan menghabiskan sebagian malamnya untuk bermain game online. Otomatis pada saat paginya belajar online, banyak diantara siswa yang masih tidur, tidak absen pagi, tidak mengikuti kelas, ada yang absen kemudian tidak muncul lagi bahkan banyak yang tidak mengumpulkan tugas, sehingga wali kelas atau bahkan guru mulai menghubungi orang tua. Inilah asal mula permasalahan mulai muncul. Orang tua yang juga udah mulai lelah menjadi guru dadakan, satpam dadakan, serta asisten dadakan tidak mampu menemukan solusi yang tepat sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman–kesalahpahaman inilah yang membuat hubungan antara guru (sekolah) dan orang tua mulai renggang. Sekolah beranggapan orang tua kurang partisipatif selama pembelajaran jarak jauh yang mengakibatkan siswa terlambat bergabung dalam kelas online, tidak mengumpulkan tugas, bahkan siswa tidak mengikuti kelas online tanpa keterangan yang jelas (alpa). Hal senada juga disampaikan oleh orang tua terkait keluhan-keluhan yang dialami bahwa sekolah terlalu membebankan siswa dengan tugas-tugas yang menumpuk dengan deadline yang dekat-dekat, belum lagi ditambah dengan membuat class project yang membuat siswa semakin tertekan. Masalah-masalah ini harus cepat ditanggulangi, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Dengan demikian orang tua dan guru perlu membangun hubungan kerja sama dan interaksi dengan mengkomunikasikannya dengan baik akan setiap permasalahan yang muncul dalam rangka menciptakan kondisi belajar yang sehat bagi siswa. Interaksi ini diharapkan mampu mendorong siswa memahami peran, tanggung jawab, dan fungsinya sebagai seorang pembelajar, yakni belajar dengan tekun, bersemangat, dan bahagia di dalam sistem pembelajaran dan lingkungan yang positif. Selanjutnya, keterbangunnya hubungan timbal balik antara orang tua dan guru yang efektif dalam memberikan informasi tentang kondisi setiap siswa yang mampu melahirkan suatu bentuk kerja sama yang dapat meningkatkan aktivitas, kreativitas, dan bakat siswa baik di sekolah maupun di rumah.
Patrikakou (2008) berpendapat bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan memiliki berbagai macam tingkatan mulai dari bentuk sederhana, yaitu menanyakan kemajuan anak di sekolah, partisipasi dalam evaluasi program, dan pembuatan keputusan dalam program. Langkah awal yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menjalin kerja sama adalah dengan mengkomunikasikan apa saja terkait siswa, baik sifatnya positif maupun kekurangan siswa. Namun, berdasarkan penelitian oleh Program Survei Pendidikan Rumah Tangga Nasional (National Household Education Surveys Program) oleh Herrold et al (dalam Kraft & Dougherty, 2012) pada tahun 2017 menunjukkan bahwa kurang dari setengah dari keluarga dengan anak-anak usia sekolah mendapatkan laporan berupa telepon dari sekolah, dan hanya 54% melaporkan melalui catatan perkembangan atau melalui e-mail tentang kondisi anak-anak mereka di sekolah. Dari hasil survei tesebut dapat disimpulkan bahwa minimnya kerjasama antara sekolah dan orang tua dalam mendidik anak bersama-sama.
Dilain sisi Soemantri (2003) mengungkapkan bahwa sangatlah sulit menjalin kerjasama antara sekolah dan orang tua. Cara mendisiplinkan anak, cara berkomunikasi dengan anak dan orang dewasa, anak laki-laki dan perempuan, dan budaya sering kali dipandang berbeda antara guru dan orang tua dalam proses pendidikan. Jika kasus-kasus seperti ini terus berkelanjutan maka proses kerjasama yang diharapkan tidak akan pernah berlangsung. Slamet suyanto (2005) menyatakan bahwa pada saat orang tua bersedia membantu atau membangun kerja sama dengan sekolah, namun guru kurang menyambut respon orang tua, kurang menerima sepenuh hati, dan guru malah merasa arogan bahwa guru lebih ahli dibanding orang tua. Hal tersebut membuat kemitraan semakin sulit untuk terjalin.
Pada dasarnya orang tua dan guru mempunyai tujuan yang sama, sama-sama menginginkan siswa ataupun anak-anak mereka mampu menggapai cita-citanya melalui sistem pendidikan yang menitikberatkan perubahan perilaku, dari yang tidak tau menjadi master di bidangnya, dari yang kurang disiplin menjadi lebih disiplin, dan perubahan-perubahan positif lainnya.
Menurut Coleman (2013) bentuk-bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh sekolah dan orang tua seperti, (1) parenting, merupakan kegiatan pelibatan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengasuh anak untuk menciptakan lingkungan rumah yang mendukung perkembangan anak (2) Komunikasi, merupakan bentuk yang efektif dari sekolah ke rumah dan rumah ke sekolah untuk memberitahukan tentang program sekolah dan kemajuan perkembangan anak. Hal yang mungkin dilakukan oleh sekolah dan orang tua adalah melalui buku penghubung maupun grup whatsapp (3) Volunteer, orangtua dapat menjadi tenaga bantu bagi guru, kepala sekolah, dan anak ketika di kelas atau aktivitas lain di sekolah. (4) Keterlibatan orang tua pada pembelajaran anak di rumah, dalam bentuk kerjasama ini, sekolah dapat menyediakan berbagai informasi dan ide-ide untuk orang tua tentang bagaimana membantu anak belajar di rumah sesuai dengan materi yang dipelajari di sekolah sehingga ada keberlanjutan proses belajar dari sekolah ke rumah. (5) Pengambilan keputusan, menunjuk pada orang tua yang ikut terlibat dalam pengambilan keputusan, menjadi dewan penasehat sekolah, komite orang tua, dan ketua wali murid. Orang tua sebagai aktivis kelompok yang bebas untuk memantau sekolah dan bekerja untuk peningkatan kualitas sekolah (6) Kolaborarasi dengan kelompok masyarakat, kerjasama ini dilakukan dengan melibatkan perwakilan perusahaan, kelompok agama, masyarakat, dan yang lain yang dapat memberikan pengalaman pada pendidikan anak. Hal ini berhubungan dengan sekolah, anak, dan keluarga yang menjadi bagaian dari komunitas tersebut.
Penulis adalah Alumni Master Degree Tampere University, Finland, saat ini tercatat sebagai Guru Bahasa Inggris dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe.