ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – IkatanGuru Indonesia (IGI) Wilayah Aceh mengecam keras pelaku pemukulan dan penganiayaan guru honorer di Subulussalam. Kecaman tersebut disampaikan ketua IGI Wilayah Aceh, Drs Imran pada Minggu (24/11) menanggapi kasus pemukulan guru honorer tersebut.
Menurut Imran, pelaku harus dihukum dengan hukuman yang setimpal. Imran mengaku tidak habis piker terhadap pelaku yang tidak menghormati profesi guru. Padahal, lanjut Imran, guru tersebut sudah mendidik anaknya dengan sangat baik dan profesional. Terlebih lagi, kata Imran, guru tersbeut masih berstatus honorer dengan penghasilan yang sangat rendah.
“Penghasilan guru honorer yang sangat rendah saja sudah menghina profesi guru. Ditambah lagi dengan kasus pemukulan dan penganiayaan ini. Lengkap sudah penderitaan guru. Kalau profesi guru sudah tidak dihormati, akan seperti apa dunia pendidikan dan masa depan generasi kita?” jelas Imran.
Imran meminta pihak berwajib untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Imran juga meminta Pemerintah Kota Subulussalam melalui Dinas Pendidikan untuk mengadvokasi guru honorer dan mencegah agar kejadian serupa tidak terulang lagi di Kota Sada Kata itu. Imran berjanji bahwa IGI akan mengawal kasus tersebut hingga tuntas.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa salah seorang guru honorer SDN Jambi Baru Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam, Rahmah (35) dianiaya dan dipukul hingga memar oleh salah seorang wali murid. Bukan hanya memar, kepala Rahmah bengkak hingga menimbulkan trauma yang berat.
Aksi bar-bar tersebut terjadi pada Rabu (20/11) dan baru diketahui khalayak ramai pada Sabtu (23/11). Tentu saja setelah banyaknya warga yang mengecam keras aksi tidak manusiawi. Menurut Rahmah, ia mengalami trauma yang berat dan sulit untuk melupakan kejadian yang menimpanya.
Rahmah menjelaskan bahwa aksi itu dilakukan oleh wali murid berinisial SH alias MP. Pelaku mencubit dirinya hingga membiru. Selain itu, cerita Rahmah, ia dianiaya dan dipukul. Rahmah menambahkan bahwa ia mencoba melawan dan bergumul dengan pelaku hingga jilbabnya ikut tersingkap.
Lebih lanjut Rahmah menerangkan bahwa peristiwa tersebut terjadi di depan pintu gerbang sekolahnya. Akan tetapi sangat disayangkan karena tidak ada warga yang melerai sehingga Rahmah mengalami memar dan bengkak.
Akibat peristiwa tersebut, Rahmah belum berani masuk sekolah. Selain itu ia merasakan ada bagian yang sakit di kepalanya sehingga belum mampu melaksanakan tugas sebagai guru.
“Saya belum berani datang ke sekolah sendirian. Saya khawatir dan trauma terhadap wali murid tersebut,” akui Rahmah.
Menyikapi kejadian yang menimpa dirinya, iapun melaporkan kasus tersebut ke Mapolsek Sultan Daulat. Laporan Rahmah terkait penganiayaan dengan surat laporan bernomor LP-B/12/XI/2019/Sek Sultan Daulat 2019.
Rahmah berharap kejadian tersebut dapat diproses hukum dengan tuntas dan adil. Rahmah ingin kejadian yang menimpa dirinya tidak menimpa guru lain. (*)