ACEHSIANA.COM, Banda Aceh – Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Iskandar Usman Al Farlaky, meminta Pemerintah Aceh mengusut identitas individu yang menggunakan selempang bertulisan “Aceh” dalam sebuah kontes kecantikan transgender yang diadakan di Jakarta Pusat.
Iskandar menegaskan pentingnya investigasi untuk memastikan apakah peserta tersebut benar-benar berasal dari Aceh atau hanya menggunakan nama daerah tersebut untuk keperluan pribadi.
“Investigasi harus dilakukan untuk memastikan apakah benar bahwa yang tergabung itu warga Aceh asli atau hanya membawa-bawa nama daerah ini saja,” kata Iskandar pada Rabu (7/8).
Menurut Iskandar, tindakan peserta yang mengatasnamakan dirinya dari Aceh adalah bentuk penghinaan. Provinsi Aceh, yang dikenal sebagai “Serambi Mekah,” merupakan daerah dengan status penerapan syariat Islam, dan transgender dilarang dalam agama Islam.
“Waria itu kan secara agama juga melawan kodrat Tuhan yang Maha Kuasa. Artinya status awalnya dia sebagai laki-laki, kemudian mengubah diri menjadi perempuan,” ucapnya.
Politikus Partai Aceh ini menambahkan bahwa secara adat istiadat, kegiatan semacam itu merupakan pelanggaran etika di Aceh. Oleh karena itu, perbuatan tersebut harus dijauhkan dari masyarakat Aceh.
“Kita juga meminta Pemerintah Aceh melayangkan somasi kepada penyelenggara. Bahkan dari berita yang beredar, pelaksanaan acara tidak mengantongi izin dari pihak keamanan,” jelasnya.
Iskandar juga menduga bahwa kejadian tersebut merupakan propaganda yang diangkat oleh komunitas transgender untuk mencari perhatian.
“Bisa jadi demikian (propaganda). Namun, kita harus telusuri dulu secara dalam apakah benar. Segala kemungkinan bisa saja terjadi untuk menyangkut nama Aceh,” sebut Iskandar.
Selain penghinaan terhadap syariat Islam, Iskandar menilai bahwa tindakan tersebut mencerminkan dekadensi moral di kalangan muda.
“Dia berbangga dengan hal-hal bersifat melawan Islam dan kodratnya. Tapi ini tidak boleh terjadi,” tegasnya.
DPRA menekankan pentingnya tindakan tegas dan investigasi mendalam oleh Pemerintah Aceh untuk menjaga martabat dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Aceh.
Penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. (*)
Editor: Darmawan