“Mungkinkah perempuan itu akan menemukan jodohnya?” bisik hati Nabi Sulaiman AS atau kala itu rakyatnya menyebutnya Raja Sulaiman yang bertanya dan bertanya ketika melewati sungai dan melihat perempuan hitam legam dan jelek itu sedang mencuci.
“Mengapa Tuhan menciptakan perempuan yang setitik pun tidak ada aura kecantikan padanya?” lagi bisik hatinya yang selama hidupnya baru bertemu dengan perempuan yang jeleknya membuatnya merinding.
Merasa enggan berdekatan dengan perempuan yang menurutnya merusak pemandangan itu, ia pun mencari lokasi lain untuk berwudhu.
Sebelum mengangkat hadas kecil, ia menitipkan cincin bertuah pemberian ayahnya, Nabi Daud AS kepada pengawalnya.
Cincin Raja Sulaiman adalah mukjizat dari Allah SWT yang dikenal memiliki kesaktian; bisa menundukkan satwa, jin, bahkan angin. Sehingga siapapun yang mengenakannya bebas terbang kemana saja yang dikehendaki.
Sebentar saja Sang Raja pergi mengambil air sembahyang, tiba-tiba sudah kembali lagi. Ternyata jin Ifrit menyerupakan wajahnya seperti Raja Sulaiman dan meminta cincin yang dititipkan tadi. Tanpa curiga sedikitpun, pengawal itu pun langsung menyerahkannya.
Belum lama jin Ifrit pergi, Raja Sulaiman datang dan meminta cincinnya, tapi sayang pengawalnya sudah tidak percaya lagi terhadapnya sebab kegagahan dan kewibawaannya sudah hilang. Pengawal itu pun pergi dan meninggalkannya seorang diri dalam kebingungan.
Sementara jin Ifrit duduk dalam singgasana Raja Sulaiman, tetapi lama kelamaan rakyat tidak mau patuh kepadanya karena gayanya dalam memimpin jauh dari kasih sayang dan tidak adil. Berbanding terbalik dengan style kepemimpinan Raja Sulaiman selama ini.
Jin Ifrit sendiri tidak sabar atas protes dan ketidakpatuhan rakyat. Sebelum membuang cincin yang bukan haknya itu ke laut, dia mencatat tulisan-tulisan yang ada dalam cincin itu pada setiap batu yang ada dihadapannya, tetapi seluruh batu tidak mampu menampung tulisan yang ada pada cincin Raja Sulaiman itu.
Batu-batu bertuah yang kita temukan sekarang adalah batu yang pernah ditulis oleh jin Ifrit yang berusaha menciplak tulisan yang ada pada cincin Raja Sulaiman.
Singkat cerita, begitu jin Ifrit membuang cincin itu ke laut, se-ekor Ikan menyambar dan memakannya. Lalu ikan itu terkena jaring seorang nelayan. Setelah di darat, nelayan itu berusaha menjual ikan itu kepada masyarakat, tetapi tidak ada seorangpun yang mau membelinya.
Dengan rasa putus asa dan terpaksa, akhirnya nelayan itu pun memutuskan untuk membawa ikan itu ke rumah sebagai lauk makan malam.
Dalam perjalanan pulang, nelayan itu bertemu dengan Raja Sulaiman yang sudah tidak berdaya lagi dan menawarkan untuk menikmati ikan tangkapannya itu di rumahnya.
Betapa terkejutnya Raja Sulaiman, yang menyambut nelayan itu dan dirinya adalah perempuan jelek yang pernah bertemu dengannya di tepi sungai kampung itu.
Nelayan itu pun memberikan ikan hasil tangkapannya untuk dimasak perempuan itu, yang ternyata adalah putri semata wayang nelayan itu.
Ketika gadis itu membelah perut ikan, ia kaget bercampur gembira telah menemukan sebuah cincin yang cantik. Lalu gadis itu memberitahu kepada ayahnya. Raja Sulaiman yang mendengar pembicaraan antara nelayan dan anaknya itu merasa yakin bahwa cincin itu miliknya.
“Cincin itu milik saya dan tolong kembalikan kepada saya” pinta Raja Sulaiman tidak sabar, tetapi putri nelayan itu menolak memberikannya karena ia mendapatkannya dari perut ikan tangkapan ayahnya.
Segala daya upaya Raja Sulaiman sudah dilakukan untuk mendapatkan cincinnya kembali, tetapi gadis itu bersikukuh tidak mau memberikannya.
“Nikahilah putriku agar cincinmu kembali” kata nelayan itu menginisiasi.
Sebelum kembali ke istananya di Al-Quds, Palistina sekarang, Raja Sulaiman pun menikahi putri nelayan itu, namun ada sedikit rasa khawatir atas kejelekan istrinya, kalau orang seperti ini sempat masuk ke istana tentu akan menggemparkan dan menjadi omongan yang tidak merdu di telinga. Akhirnya Raja Sulaiman pun berdo’a dan dikabulkan istrinya yang semula jelek menjadi perempuan cantik.
Pang Kopi
Mendale, 16 Maret 2021