Leading News For Education For Aceh
IndeksRedaksi
OPINI  

Cahaya Ramadhan: Menebar Kepedulian, Merajut Kebersamaan

Penulis: drg. Nadia Sartika, MKM

Ketua Dharma Wanita Persatuan Politeknik Negeri Lhokseumawe

 

Ramadhan datang seperti cahaya yang menerangi kegelapan. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang seberapa banyak yang kita genggam, melainkan seberapa luas kita melepaskan untuk orang lain. Di bulan yang penuh keberkahan ini, kita menemukan kembali esensi dari kepedulian, bahwa berbagi bukan sekadar memberi, tetapi juga menghadirkan kehangatan dan menyalakan harapan di hati sesama.

Dalam setiap lembaran sejarah, selalu ada kisah tentang tangan-tangan yang saling menggenggam, bahu-bahu yang saling menopang, dan hati-hati yang saling mendoakan. Ramadhan mengingatkan kita bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tetapi juga tentang bagaimana kita menjadi cahaya bagi orang lain.

 

Kepedulian sebagai Pilar Keberkahan

Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kerap mengedepankan individualisme, Ramadhan hadir sebagai jeda bagi jiwa. Ia mengajarkan bahwa kebersamaan lebih berharga daripada sekadar keberlimpahan, dan memberi jauh lebih menenangkan daripada sekadar memiliki. Dalam setiap suapan yang kita bagi, dalam setiap uluran tangan yang kita berikan, terselip doa-doa yang mengalir tulus, menghubungkan hati dalam kebersamaan yang suci.

Kepedulian bukan hanya tentang memberikan sesuatu yang tampak, tetapi juga tentang menghadirkan rasa aman bagi mereka yang membutuhkan. Sebuah senyum yang tulus, sepotong perhatian, atau bahkan doa yang lirih bisa menjadi lentera bagi seseorang yang tengah berada dalam gelap. Inilah makna sejati dari keberkahan, ketika keberadaan kita menjadi jawaban atas kebutuhan orang lain.

 

Merajut Kebersamaan dalam Keikhlasan

Di bulan Ramadhan, perbedaan melebur dalam satu tujuan, yaitu mencari ridha-Nya. Tidak ada sekat antara mereka yang memberi dan mereka yang menerima, karena dalam hakikatnya, semua adalah bagian dari rantai kebaikan yang saling terhubung. Yang berbagi mendapatkan keberkahan, yang menerima mendapatkan kelegaan, dan doa-doa mereka bersatu di langit yang sama.

Sejarah telah mengajarkan bahwa kebersamaan adalah kekuatan. Ketika tangan-tangan saling bergandengan, maka yang lemah menjadi kuat, yang kecil menjadi besar, dan yang terbatas menjadi luas. Ramadhan mengajarkan bahwa kebersamaan bukan sekadar berada dalam satu tempat, tetapi juga menyatukan hati dalam satu kebaikan.

 

Melanjutkan Kebaikan di Luar Ramadhan

Namun, pertanyaan yang harus kita renungkan adalah, apakah semangat kepedulian ini akan berhenti seiring berakhirnya Ramadhan? Jika Ramadhan adalah madrasah kehidupan, maka sudah seharusnya nilai-nilai yang kita pelajari tetap kita amalkan sepanjang tahun. Kepedulian tidak boleh menjadi sekadar ritual tahunan, tetapi harus tumbuh menjadi karakter yang melekat dalam diri.

Setiap orang memiliki peran dalam rantai kebaikan ini. Tidak ada kebaikan yang terlalu kecil, tidak ada kepedulian yang sia-sia. Bahkan sekecil apa pun langkah yang kita ambil, jika dilakukan dengan tulus, ia akan menjadi cahaya yang menerangi banyak hati.

Ramadhan mengajarkan bahwa hidup yang bermakna bukanlah tentang berapa lama kita hidup, tetapi tentang seberapa banyak kebaikan yang kita tinggalkan. Maka, mari menjadikan kepedulian sebagai bagian dari keseharian, merajut kebersamaan dalam setiap langkah, dan memastikan bahwa cahaya Ramadhan terus bersinar, meski bulan suci ini telah berlalu.