ACEHSIANA.COM, Jakarta – Konflik antara Israel dan Palestina yang memanas sejak akhir tahun 2023 lalu telah memicu gelombang protes dan solidaritas di seluruh dunia. Salah satu bentuk aksi yang dilakukan oleh banyak orang adalah dengan memboikot produk-produk yang dianggap terkait atau mendukung Israel. Di Indonesia, dua merek global yang menjadi sasaran boikot adalah Starbucks dan McDonalds.
Starbucks, jaringan kedai kopi asal Amerika Serikat, mengaku mengalami penurunan pengunjung dan omzet di sejumlah gerainya di Indonesia akibat kampanye boikot ini. Anthony McEvoy, Pimpinan PT Sari Cofee Indonesia, perusahaan pemegang lisensi Starbucks di Indonesia, mengatakan bahwa dampak boikot sangat terasa setelah beberapa bulan berlangsung.
“Dampak langsung ke toko sangat jelas, pengunjung di toko kami lebih sedikit. Orang-orang merasa perlu menjauh, karena entah mereka merasakan tekanan sosial atau tekanan lainnya,” kata Anthony yang ditemui pekan lalu.
Anthony menambahkan bahwa dampak boikot berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap isu Palestina. Namun, dia memperkirakan rata-rata penurunan bisnis akibat aksi boikot ini mencapai 30 persen.
Dampak ini tidak hanya dirasakan langsung oleh perusahaan, tetapi juga mitra. “Anda tahu, kami memiliki 6.000 mitra di Indonesia, dan mereka terkena dampaknya setiap hari dan kami perlu melindungi mereka,” kata McEvoy yang mengaku satu-satunya bule di Starbucks Indonesia. Kata dia, itu belum termasuk 50 ribu petani kopi di Indonesia yang produknya dibeli Starbucks untuk diekspor.
Awal Mula Aksi Boikot
Kampanye boikot terhadap Starbucks bermula dari gugatan yang dilayangkan oleh manajemen Starbucks global terhadap Starbucks Workers United, sebuah serikat pekerja yang menyatakan solidaritas terhadap warga Palestina pada awal Oktober 2023. Serikat pekerja ini menggunakan brand, logo, dan nama Starbucks untuk menyuarakan dukungan mereka terhadap Palestina di media sosial.
Namun, menurut Anthony, serikat pekerja ini berdiri sendiri dengan keyakinan dan aspirasi politiknya sendiri, dan tidak mewakili Starbucks sebagai perusahaan. “Tapi mereka seolah merepresentasikan Starbucks dengan menggunakan brand, logo, dan nama untuk mendukung sesuatu, itu yang menyebabkan boikot dan kekerasan di beberapa toko, yang berdampak pada mitra, dan Starbucks menggugat mereka untuk berhenti menggunakannya,” kata Anthony.
Gugatan tersebut ternyata dianggap sebagai bentuk dukungan Starbucks terhadap Israel. Padahal, Anthony membantahnya. Kata dia, sebagai merek, Starbucks tidak memiliki bisnis atau investasi di Israel, juga sumbangan atau kolaborasi apa pun.
“Kami punya toko di Mesir, kami punya toko di Yordania, kami punya toko di Saudi, kami punya toko di UAE dan di seluruh region itu, tapi tak ada satu pun di Israel,” kata dia.
Anthony menjelaskan bahwa Starbucks pernah membuka beberapa gerainya di Israel pada tahun 2001, tetapi tidak berjalan lama dan tutup pada tahun 2023.
“Pernah ada beberapa store tapi tutup pada 2023, itu tidak berjalan baik. Saya tidak tahu alasan tepatnya. Akhirnya keluar, jadi itu 21 tahun lalu,” ucap dia.
Dampak Global
Kampanye boikot terhadap Starbucks tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain, terutama di kawasan Timur Tengah. Menurut laporan Reuters, CEO Starbucks, Laxman Narasimhan, mengatakan bahwa banyak toko Starbucks yang mengalami insiden vandalisme dan penurunan penjualan akibat boikot ini.
Narasimhan menyalahkan media sosial sebagai sumber misinformasi yang menyebarluaskan tuduhan bahwa Starbucks mendukung Israel. “Kami melihat para pengunjuk rasa dipengaruhi oleh representasi keliru di media sosial tentang apa yang kami perjuangkan,” kata Narasimhan dalam suratnya kepada para karyawan.
Narasimhan menegaskan bahwa di setiap negara tempat Starbucks beroperasi, termasuk negara-negara Muslim, Starbucks diwakili oleh pemilik operator lokal yang bekerja keras untuk melayani dan mendukung komunitas mereka. “Di setiap negara tempat kami beroperasi, kami bangga dengan kontribusi kami terhadap masyarakat setempat, termasuk menyediakan lapangan kerja, membantu petani kopi, dan mendukung organisasi-organisasi amal,” kata Narasimhan.
McDonalds Juga Terkena Imbas
Selain Starbucks, merek global lain yang menjadi sasaran boikot di Indonesia adalah McDonalds, jaringan restoran makanan cepat saji asal Amerika Serikat. McDonalds Indonesia mengaku mengalami penurunan omzet dan ada ancaman intimidasi terkait dengan aksi boikot produk Israel.
Meta Rostiawati, Associate Director of Communications McDonalds Indonesia, mengatakan bahwa dampak boikot sangat terasa setelah beberapa bulan berlangsung. “Tentunya ada dampak bagi kami, tentunya itu tidak bisa dihindari,” ujar Meta.
Meta menambahkan bahwa dampak boikot tidak hanya menekan bisnis mereka, tetapi juga menimbulkan ancaman. “Kami meraskan dampaknya yang kami sayangkan bukan hanya dari sisi bisnis saja, dampaknya juga dirasakan itu ada intimidasi, itu yang disayangkan,” kata Meta.
Meta menegaskan bahwa McDonalds Indonesia tidak terafiliasi dengan McDonalds manapun, termasuk McDonalds di Israel. Dia mengatakan bahwa McDonalds Indonesia dimiliki oleh pengusaha asli Indonesia, yaitu PT Rekso Nasional Food.
Meta juga mengatakan bahwa McDonalds Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk merespons boikot, salah satunya dengan menggandeng Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk mengumpulkan donasi untuk membantu masyarakat Palestina. “Kami berharap dengan adanya program ini, kami bisa memberikan kontribusi positif bagi masyarakat Palestina yang sedang mengalami krisis kemanusiaan,” kata Meta.
Sejarah Boikot
Kampanye boikot terhadap McDonalds bermula dari pernyataan McDonalds Israel yang mengatakan bahwa mereka telah memberikan ribuan makanan gratis kepada personel Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Oktober 2023. Pernyataan ini dibuat di akun media sosial Instagram McDonalds Israel.
Pernyataan ini menuai berbagai reaksi dari pengguna media sosial, terutama di negara-negara Muslim. Banyak yang mengkritik dan mengecam McDonalds Israel karena dianggap mendukung agresi Israel terhadap Palestina. Sejumlah netizen juga menyerukan untuk memboikot McDonalds di seluruh dunia.
CEO McDonalds, Chris Kempczinski, mengatakan bahwa beberapa bisnis perusahaan di Timur Tengah dan beberapa pasar di luar kawasan mengalami dampak yang signifikan akibat kampanye boikot ini. Kempczinski mengatakan bahwa misinformasi seputar merek seperti McDonalds mengecewakan dan tidak berdasar.
“Di setiap negara tempat kami beroperasi, termasuk negara-negara Muslim, McDonalds dengan bangga diwakili oleh pemilik operator lokal yang bekerja tanpa kenal lelah untuk melayani dan mendukung komunitas mereka sambil mempekerjakan ribuan warganya,” kata Kempczinski.
Kempczinski juga mengatakan bahwa McDonalds tidak memiliki hubungan bisnis atau investasi dengan Israel, dan tidak pernah memberikan sumbangan atau dukungan apa pun kepada pihak manapun dalam konflik Israel-Palestina.
“Kami tidak mendukung atau menentang kebijakan atau tindakan pemerintah manapun, termasuk Israel atau Palestina. Kami hanya fokus pada menyediakan makanan berkualitas dan layanan terbaik kepada pelanggan kami di seluruh dunia,” pungkas Kempczinski. (*)
Editor: Darmawan